Kamis, 05 November 2009

Peningkatan Kinerja Lampu TL (Fluorescent) pada Catu Daya dengan Regulasi Tegangan Buruk

Abstrak
Lampu TL dapat menyala dengan baik apabila dicatu (dipasang) pada sumber tegangan yang sesuai dengan rating
tegangan lampu TL tersebut, misal 220 volt, 50 Hz. Daerah Pedesaan (di Indonesia) pada umumnya sumber tegangan
(listrik) memiliki regulasi tegangan yang buruk. Buruknya regulasi tegangan pedesaan mengakibatkan lampu TL sulit
bahkan tidak dapat menyala. Lampu TL sebagai sumber penerangan memiliki beberapa keunggulan dibandingkan lampu
pijar. Kehadiran trafo ballast pada lampu TL adalah merugikan. Trafo ballast berfungsi hanya pada saat start, setelah lampu
TL menyala kehadiran trafo ballast mengakibatkan faktor daya menjadi rendah dan trafo ballast sendiri menyerap daya
aktif. Menghilangkan ballast elektromagnetik dan menggantikan dengan proses switching pada lampu TL menghasilkan
perbaikan faktor daya sekaligus lampu TL dapat menyala pada catu daya dengan regulasi tegangan yang sangat buruk.
Frekuensi switching yang tinggi menghasilkan ukuran induktor yang kecil. Induktor dipergunakan pada proses switching
untuk menghasilkan tegangan transient yang cukup untuk menyalakan lampu TL. Frekuensi Switching 800 Hz pada lampu
TL sebagai penganti trafo ballast menghasilkan faktor daya 0,86 leading. Jika lampu TL mempergunakan trafo ballast
maka faktor daya lampu TL tersebut 0,4 lagging. Lampu TL yang mempergunakan trafo ballast tidak dapat menyala pada
kondisi tegangan 160 volt tetapi switching dengan frekuensi lebih besar dari 800 Hz menghasilkan lampu TL dapat
menyala dengan sempurna pada kondisi tegangan 160 volt.
Pendahuluan
Lampu pijar sebagai sumber penerangan bagi
pemukiman ataupun komersial, akhir-akhir ini telah
banyak digantikan oleh Lampu TL (fluorescent
Lamp). Penggunaan lampu TL sebagai sumber penerangan
karena memiliki cahaya yang lembut (tidak
sakit dimata), cahaya lebih terang dan umur lebih
panjang daripada lampu pijar.
Lampu TL dapat menyala dengan baik apabila dicatu
(dipasang) pada sumber tegangan yang sesuai
Catatan: Diskusi untuk makalah ini diterima sebelum tanggal 1 Desember
2005. Diskusi yang layak muat akan diterbitkan pada Jurnal Teknik Elektro
volume 6, nomor 1, Maret 2006.
dengan rating tegangan lampu TL tersebut, misal 220
volt, 50 Hz. Daerah Pedesaan (di Indonesia) pada
umumnya sumber tegangan (listrik) memiliki regulasi
tegangan yang buruk. Buruknya regulasi tegangan
didaerah pedesaan mengakibatkan lampu TL sulit
bahkan tidak dapat menyala. Disebabkan karena
buruknya regulasi tegangan didaerah pedesaan
mengakibatkan penggunaan lampu pijar lebih umum
dibandingkan lampu TL.
Lampu TL biasanya dilengkapi dengan trafo ballast
(ballast transformer) dan starter yang fungsinya
untuk membatasi aliran arus dan menyediakan
tegangan transien yang sesuai untuk penyalaan
katoda [Liang dkk, 2001]. Trafo ballast dilihat dari
cara kerjanya ada dua jenis yaitu ballast elektroJurnal
magnetik dan ballast elektronik. Ballast elektromagnetik
bekerja atas dasar induksi elektromagnetik
dengan frekuensi sama dengan frekuensi sumber.
Ballast elektronik bekerja dengan prinsip resonant
inverter yang dilakukan dengan proses switching
pada frekwensi tinggi. Tegangan transien dari
resonant inverter tergantung pada komponen bejana
resonansi (L dan C) sehingga tegangan transien dapat
menjadi lebih besar dari tegangan sumber.
Sebagian besar daerah pedesaan di Indonesia tidak
dapat menggunakan lampu TL karena tegangan
listrik di desa pada umumnya sangat buruk. Melihat
fenomena ini maka diperlukan suatu penelitian agar
lampu TL dapat menyala dengan baik pada daerah
yang tegangannya buruk.



Supriono, I Nyoman Wahyu Satiawan
Staff Pengajar Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Unram
Jl. Majapahit No. 62, Mataram–NTB 83125
Email: supriono.rio@lycos.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar