Sabtu, 31 Oktober 2009

SISTEM PROTEKSI PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG WIDYA PURAYA

ISTEM PROTEKSI PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG WIDYA PURAYA

Abdul Syakur, Yuningtyastuti
a_syakur@elektro.ft.undip.ac.id, yuningtyastuti@elektro.ft.undip.ac.id
Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Abstrak
Makalah ini menjelaskan mengenai sistem proteksi penangkal petir pada Gedung Widya Puraya, kampus UNDIP Tembalang. Sistem proteksi ini diperlukan mengingat gedung tersebut berada pada posisi yang paling tinggi diantara gedung-gedung sekitar dan berada pada lokasi dengan tingkat hari guruh yang tinggi sekitar 128 hari guruh tiap tahun. Dengan menggunakan konsep ruang proteksi menurut model elektrogeometri, akan dihitung dan ditentukan jarak ruang proteksi dari penangkal petir yang digunakan dan tingkat proteksi yang dibutuhkan. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa penangkal petir
yang dipasang di atas gedung perpustakaan belum mampu melindungi secara keseluruhan gedung-gedung yang ada disekitarnya yang mencakup keseluruhan gedung widya puraya.
Kata kunci : petir, ruang proteksi, elektrogeometri

I. Pendahuluan

Pembangunan gedung – gedung baru, cenderungbertingkat sebagai solusi karena semakin sempitnya lahan tanah. Namun disisi lain, dengan semakin banyak berdirinya bangunan bertingkat, beberapa permasalahan mengenai keamanan bangunan menjadi penting untuk diperhatikan, karena bangunan bertingkat lebih rawan mengalami gangguan, baik gangguan secara mekanik maupun gangguan alam. Salah satu gangguan alam yang sering terjadi adalah sambaran petir. Mengingat letak geografis Indonesia yang dilalui garis katulistiwa menyebabkan Indonesia beriklim tropis, akibatnya Indonesia memiliki hari guruh rata – rata per tahun yang sangat tinggi. Dengan demikian bangunan – bangunan di Indonesia memiliki resiko lebih besar mengalami kerusakan akibat terkena sambaran petir. Kerusakan yang ditimbulkan dapat membahayakan peralatan serta manusia yang berada di dalam gedung tersebut. Untuk melindungi dan mengurangi dampak kerusakan akibat sambaran petir maka dipasang sistem pengaman pada gedung bertingkat. Sistem pengaman itu salah satunya berupa sistem penangkal
petir beserta pentanahannya. Pemasangan system tersebut didasari oleh perhitungan resiko kerusakan akibat sambaran petir terhadap gedung. Perhitungan resiko ini digunakan sebagai standar untuk mengetahui kebutuhan pemasangan system penangkal petir pada bangunan bertingkat tersebut.

II. Dasar Teori

Kilat merupakan peristiwa alam yaitu proses pelepasan muatan listrik ( electrical discharge ) yang terjadi di atmosfer. Peristiwa pelepasan muatan ini akan terjadi karena terbentuknya konsentrasi muatan – muatan positif dan negatif di dalam awan ataupun perbedaan muatan dengan permukaan bumi.Kilat sebenarnya lebih sering terjadi antara muatan satu dengan muatan lain di dalam awan
dibandingkan dengan yang terjadi antara pusat muatan di awan dengan permukaan bumi. Kedua jenis pelepasan muatan tersebut sebenarnya sama – sama dapat menimbulkan gangguan atau kerugian. Petir yang terjadi antara awan dengan awan dapat mengganggu di bidang penerbangan, sedangkan petir yang terjadi antara awan dengan permukaan bumi dapat menimbulkan kerusakan pada gedung tinggi dan peralatannya.

2.1 Frekuensi Sambaran Petir

2.1.1 Sambaran Petir Langsung

Jumlah rata – rata frekuensi sambaran petir langsung pertahun (Nd) dapat dihitung dengan perkalian kepadatan kilat ke bumi pertahun (Ng) dan luas daerah perlindungan efektif pada gedung (Ae)

2.1.2 Sambaran Petir Tidak Langsung

Rata – rata frekuensi tahunan Nn dari kilatyang mengenai tanah dekat gedung dapat dihitungdengan perkalian kerapatan kilat ke tanah pertahunNg dengan cakupan daerah di sekitar gedung yang disambar
.
2.2 Resiko Kerusakan Akibat Sambaran Petir

Sambaran petir dapat mengakibatkan beberapa
kerusakan, yaitu :
a. Kematian atau korban jiwa
b. Kerusakan mekanis.
c. Kerusakan Thermal
d. Kerusakan Elektrik

2.3 Sistem Pengaman Pada Gedung

Sistem pengaman gedung dibuat untukmelindungi gedung tersebut dari berbagai macamgangguan. Salah satu sistem pengaman gedungadalah sistem penangkal petir besertapembumiannya. Instalasi bangunan yang menurutletak, bentuk, penggunaanya dianggap mudah terkenasambaran petir dan perlu dipasang penangkal petiradalah :
a. Bangunan tinggi seperti gedung bertingkat,menara, dan cerobong pabrik.
b. Bangunan – banguna tempat penyimpanan bahan yang mudah terbakar atau meledak seperti pabrik amunisi, atau gudang penyimpan bahan peledak.
c. Bangunan – banguna sarana umum seperti gedung bertingkat pusat perbelanjaan, instansi pemerintahan, sekolah dan sebagainya.
d. Bangunan yang berdasar fungsi khusus perlu dilindungi seperti gedung arsip negara. Jenis penangkal petir juga dipengaruhi oleh keadaan atap dari gedung yang akan diamankan. Untuk bangunan dengan atap datar, yaitu bangunan yang memiliki selisih tinggi antara bumbungan dan lisplang kurang dari 1 meter maka sistem yang sesuai adalah sistem faraday yaitu sistem penangkal petir keliling pada atp datar. Sedang untuk atap runcing atau selisih tinggi bumbungan dan lisplang lebih dari

2.3.1. Ruang Proteksi Konvensional

Pada masa awal diketemukannya penangkal petir dan beberapa tahun setelah itu, ruang proteksi dari suatu penangkal petir berbentuk ruang kerucut dengan sudut puncak kerucut berkisar antara 30o hingga 35o

2.3.2 Ruang Proteksi Non Konvensional

Ruang proteksi menurut model elektro geometri hampir sama dengan ruang proteksi berdasarkan konsep lama, yaitu berbentuk ruang kerucut juga, hanya saja bidang miring dari kerucut
tersebut melengkung dengan jari-jari tertentu Besar jari-jari ini sama dengan besarnya jarak
sambar dari lidah petir. Jarak sambar (kemampuan menyambar atau menjangkau suatu benda) dari lidah petir ini ditentukan oleh besarnya arus petir yang terjadi. Dengan demikian, derajat kelengkungan dari bidang miring kerucut dipengaruhi oleh besarnya arus petir yang terjadi.

2.3.3 Bidang Sambar dan Garis Sambar

Jangkauan proteksi suatu penangkal petir dapat dijelaskan dengan bidang sambar atau garis sambar. Bidang sambar adalah tempat kedudukan titik-titik sambar, yaitu titik-titik dimana lidah petir telah mencapai suatu jarak terhadap suatu benda sama dengan jarak sambar. Bidang sambar merupakan bentuk tiga dimensi dalam kondisi nyata. Untuk keperluan penyederhanaan analisis dapat dipergunakan bentuk dua dimensi ,

Hubungan antara besarnya arus petir dengan jarak sambar dapat dijelaskan sebagai berikut. Bila
arus petir yang terjadi bernilai kecil, artinya mengandung jumlah muatan kecil, maka energy yang diperlukan untuk memicu lidah petir melakukan loncatan-terakhir juga kecil, sehingga jangkauan sambaran berjarak pendek. Jika arus petir yang terjadi bernilai lebih besar, artinya mengandung jumlah muatan lebih banyak, maka energi yang diperlukan untuk memicu lidah petir melakukan loncatan terakhir juga lebih besar, sehingga iangkauan sambaran berjarak lebih jauh. Sesungguhnya hubungan antara I dan rs sangat rumit dengan beberapa versi persamaan telah dikemukakan oleh para ahli dan tetap terus akan berkembang lagi.

2.4.2 Sistem Penangkal Petir Gedung Beratap Kerucut

Sistem penangkal petir untuk gedung beratap kerucut lebih cocok menggunakan metode Franklin. Metode ini merupakan metode yang paling tua. Tetapi metode ini masih cukup handal untuk melindungi gedung dari sambaran petir. Sehingga sistem ini masih banyak digunakan orang terutama untuk gedung yang beratap kerucut / kubah. Elektroda batang pada metode Franklin mempunyai daerah perlindungan yang berbentuk kerucut dengan elektroda batang sebagai porosnya. Setengah dari sudut puncak disebut sebagai sudut perlindungan. Biasanya diambil sudut 56o, khusus untuk gedung yang mudah terbakar biasanya sudut perlindungan diambil dari 45o.




Kesimpulan
Sistem proteksi petir pada gedung bertingkat memiliki peranan yang sangat penting karena berfungsi untuk melindungi peralatan dan manusia yang berada di dalamnya.


Daftar Pustaka
1 A. Arismunandar, Dr, S. Kawahara, Dr, Buku Pegangan Teknik Tenaga Listrik, Jilid II,
Pradnya Paramita, 1 Juni 1973.
2 Hutauruk TS, Ir, M.E.E, Gelombang Berjalan dan Proteksi Surja. Erlangga. Jakarta. 1991.
3 Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir Untuk Bangunan di Indonesia. Direktorat penyelidikan masalah bangunan. Jakarta. 1983.
4 Golde, R.H Lightning. Volume 2. London : Academic Press Inc. 1981.
5 Petrov N.I, Alessandro F.D. Lightning to earthed structure : comparison of models with lightning strike data. 1996.
6 IEC, Assement of The Risk of Damage Due to Lightning, Internasional Standard, CEI IEC
1662 First Edition, 1995.
7 Hutauruk TS, Ir, M.E.E, Pengetanahan Netral Sistem Tenaga dan Pengetanahan Peralatan,
Erlangga. Jakarta. 1991.
8 Hovart Tibor, Computation of Lightning Protection, Tecnical University of Budapest, Hungary, 1986.39

METODE PENGATURAN PENGGUNAAN TENAGA LISTRIK DALAM UPAYA PENGHEMATAN BAHAN BAKAR PEMBANGKIT DAN ENERGI

METODE PENGATURAN PENGGUNAAN TENAGA LISTRIK DALAM UPAYA

PENGHEMATAN BAHAN BAKAR PEMBANGKIT DAN ENERGI


Agung Nugroho

agungn@elektro.ft.undip.ac.id

Jurusan Teknik Elektro – Fakultas Teknik Undip, Semarang


Abstrak

Dalam pengoperasian sistem tenaga listrik harus selalu diusahakan agar daya yang dibangkitkan sama dengan permintaan daya sistem. Pengaturan pembangkitan untuk memenuhi permintaan tenaga listrik, disusun menurut prioritas, yaitu pembangkit dengan biaya bahan bakar paling murah ditempatkan untuk mendukung beban dasar, sedangkan pembangkit yang tidak efektif digunakan untuk mendukung waktu beban puncak. Pengaturan penggunaan tenaga listrik adalah program pengaturan waktu dan besaran pemakaian tenaga listrik agar diperoleh pemakai an yang efisien dan hemat. Pengaturan dilakukan dengan menurunkan atau menghemat tenaga listrik, pemangkasan beban puncak dan pengalihan beban dari waktu beban puncak (WBP) ke luar waktu beban puncak (LWBP), sehingga suplai pembangkit yang tidak efisien bahan bakarnya dapat berkurang. Metoda pengaturan pemakaian tenaga listrik dari sisi pengguna adalah high efficiency lighting, improved refrigerators, improved air conditioning, improved motors, penggunaan tenaga listrik pada luar waktu beban puncak, energy management audits, efficient new construction. pelaksanaan metoda tersebut perlu dilakukan sosialisasi ke konsumen tenaga listrik. penghematan yang diperoleh dapat digunakan untuk menunda rencana pembangunan sistem tenaga listrik yang disebabkan pertumbuhan permintaan tenaga listrik, pemenuhan permintaan calon pelanggan tenaga listrik dan menurunkan pembayaran rekening listrik


I. PROSES PENYAMPAIAN TENAGA

LISTRIK

Karena berbagai persoalan teknis, tenaga listrik hanya dibangkitkan pada tempat-tempat tertentu saja. Sedangkan pemakai tenaga listrik atau pelanggan tenaga listrik tersebar dibelbagai tempat, maka

penyampaiain tenaga listrik dari tempat dibangkitkan sampai ke tempat pelanggan memerlukan berbagai penanganan teknis. Tenaga listrik dibangkitkan dalam Pusat-pusat Listrik seperti PLTA, PLTU, PLTG, PLTP, PLTGU dan PLTD, kemudian disalurkan melalui saluran transmisi setelah terlebih dahulu dinaikkan tegangannya oleh transformator penaik tegangan yang ada dipusat listrik. Saluran tegangan tinggi di Indonesia mem punyai tegangan 150 kV yang disebut sebagai Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan tegangan 500 kV yang disebut sebagai Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET). Saluran transmisi ada yang berupa saluran udara dan ada pula yang berupa kabel tanah. Karena saluran udara harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan kabel tanah, maka saluran transamisi kebanyakkan berupa saluran udara. Kerugian saluran transmisi menggunakan kabel udara Transmisi, Vol. 11, No. 1, Juni 2006 : 45 – 51 46 adalah adanya gangguan petir., kena pohon dan lainlain. Setelah tenaga listrik disalurkan melalui saluran transmisi, maka sampailah tenaga listrik di Gardu Induk (GI) untuk diturunkan tegangannya melalui transformator penurun tegangan menjadi tegangan menengah atau yang juga disebut tegangan distribusi primer. Tegangan distribusi primer yang digunakan pada saat ini adalah tegangan 20 kV. Jaringan setelah keluar dari GI disebut jaringan distribusi, sedangkan jaringan antara Pusat Listrik dengan GI disebut jaringan transmisi. Setelah tenaga listrik disalurkan melalui jaringan distribusi primer, maka kemudian tenaga listrik diturunkan tegangannya dalam gardugardu distribusi menjadi tegangan rendah dengan tegangan 380/220 Volt, kemudian disalurkan melalui Jaringan Tegangan Rendah untuk selanjutnya disalurkan ke rumah-rumah pelanggan (konsumen) melalui Sambungan Rumah. Dalam praktek karena luasnya jaringan distribusi, sehingga diperlukan banyak transformator distribusi, maka Gardu Distribusi seringkali disederhanakan menjadi transformator tiang. Pelanggan yang mempunyai daya tersambung besar tidak dapat disambung melalui Jaringan Tegangan Rendah, melainkan disambung langsung pada Jaringan Tegangan Menengah, bahkan ada pula yang disambung pada jaringan Transmisi Tegangan Tinggi, tergantung besarnya daya tersambung. Setelah tenaga listrik melalui Jaringan Tegangan Menengah (JTM), Jaringan Tegangan Rendah (JTR) dan Sambungan Rumah, maka tenaga listrik selanjutnya melalui alat pembatas daya dan KWH meter. Dari uraian tersebut, dapat dimengerti bahwa besar kecilnya konsumsi tenaga listrik ditentukan sepenuhnya oleh para pelanggan, yaitu tergantung

bagaimana para pelanggan akan menggunakan alatalat listriknya, yang harus diikuti besarnya suplai tenaga listrik dari Pusat-pusat Listrik. Proses penyampaian tenag a listrik dari Pusat-pusat Listrik

ditunjukkan dalam Gambar 1. Gambar 1. Proses penyampaian tenaga listrik


II. KESIMPULAN

Pelaksanaan metoda tersebut perlu dilakukan sosialisasi ke konsumen tenaga listrik, dan diharapkan dengan pengaturan penggunaan tenaga listrik, membuat masyarakat pengguna tenaga listrik

makin mengetahui pentingnya tenaga listrik. Penghematan yang diperoleh dapat digunakan untuk menunda rencana pembangunan sistem tenaga listrik yang disebabkan pertumbuhan permintaan tenaga listrik, pemenuhan permintaan calon pelanggan tenaga listrik dan menurunkan pembayaran rekening listrik.


DAFTAR PUSTAKA

[1] Amrullah M, MA. Tarif Listrik yang Mengacu pada Efisiensi Sumber Daya Nasional serta Metodologi Peramalan Kebutuhan Listrik. PT PLN (Persero). Jakarta, 1993.

[2] Annonymous. Penyusunan Prakiraan Kebutuhan Listrik. Dinas Penelitian Kebutuhan Listrik. PT PLN (Persero). Jakarta, 1996.

[3] Annonymous. Long-range Energy Alternatives Planning System. Stockholm Environment Institute, Boston USA, 2000.

[4] Annonymous. Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral nomer :0954/K/30/MEM/2004. Jakarta, 2004.

[5] Annonymous. Pengusahaan dan Tarif Listrik. The Institute of International Education Electricity Restructuring Activities Group (IIE/ERAG). Jakarta, 2004.

[6] Annonymous. Data Stastistik tahun 2000, 2001, 2002, 2004, 2005.. PT PLN (Persero) APJ

Semarang. Semarang, 2004.

[7] Annonymous. Prosedur Audit Energi Pada Bangunan Gedung. SNI 03-6196-2000, Badan Standardisasi Nasional.

[8] Annonymous. Teknik Penghematan Energi pada Rumah Tangga dan Bangunan Gedung. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2002.

[9] Culp, A.W. Prinsip Konversi Energi. Erlangga, Jakarta, 1996.

[10] Djiteng, M. Operasi Sistem Tenaga Listrik. Balai Penerbit & Humas ISTN, Jakarta, 1990.

[11] Gonen, T. Modern Power System Analysis. McGraw-Hill Book Co, Sacramento California, 1987. Metode Pengaturan Penggunaan Tenaga Listrik dalam Upaya Penghematan bahan bakar Pembangkit ... (Agung Nugroho)51

[12] Kirchmayer, L.K. Economic Operation of Power Systems. John Wiley & Sons. NY, 1999.

[13] Oetomo TW. Pelatihan Perencanaan Energi. Pusat Informasi Energi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral dan Energy Analysis and Policy Office (EAPO). Jakar ta, 2004.

[14] Peck, S.C. Electric Load Forecasting Probing the Issues with Models. Energy Modelling

forum. Stanford California, 1999.

Pembangkit listrik tenaga arus sungai atau laut

II. Pembangkit listrik tenaga arus sungai atau laut
Pembangkit listrik tenaga arus sungai atau laut
PLTA yang umum kita ketahui adalah pembangkit listrik yang energi penggerak utamanya bersumber dari air yang dibuat sedemikian hingga agar mampu menggerakan turbin. PLTA merupakan jenis pembangkit sumber energi terbarukan dan tanpa menimbulkan emisi. Tetapi untuk skala besar masih banyak masalah-masalah yang harus dihadapi dari pengembangan PLTA ini. Permasahan yang sering timbul adalah, besarnya biaya untuk pembangunan dan pemeliharaan PLTA,
kebutuhan lahan yang sangat luas dan efek samping yang diakibatkan terhadap lingkungan juga menjadi kendala.
Karena alasan tersebut, akhir-akhir ini banyak yang mengembangkan alternatif teknologi baru sistem pembangkit listrik yang menggunakan tenaga air untuk mengahasilkan enegi listrik, salah satunya adalah Pembangkit Listrik Tenaga Arus Sungai/Laut.
Menurut beberapa sumber yang dibaca, arus sungai mempunyai kelebihan dibandingkan dengan angin ataupun matahari yang cenderung lebih dipengaruhi oleh cuaca, sementara arus sungai mempunyai aliran yang tetap dan tidak banyak mengalami perubahan hingga ratusan tahun. Selain itu, air mempunyai berat jenis
yang lebih besar dibandingkan dengan udara, dan hal itu berarti bahwa potensi energi yang bisa dihasilkan 321.800 km sungai-sungai besar di dunia lebih besar dibandingkan dengan energi yang bersumber dari angin.
Berbeda dengan arus sungai, arus laut juga mempunyai kandungan energi yang bisa dimanfaatkan sebagai energi terbarukan. Namun arus laut cenderung mengalami perputaran atau biasa disebut juga arus putar sehingga cenderung pula untuk merusak. Pada selat, teluk dan tempat-tempat lainnya dimana arus laut mengalami penyempitan berupa bottle neck, arus laut akan sangat kuat sehinga sangat potensial untuk dimanfaatkan energinya.

Daftar pustaka :
[1] Annonymous. Teknik Penghematan Energi
pada Rumah Tangga dan Bangunan Gedung.
Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2002.

[2] Culp, A.W. Prinsip Konversi Energi.
Erlangga, Jakarta, 1996.

[3] Djiteng, M. Operasi Sistem Tenaga Listrik.
Balai Penerbit & Humas ISTN, Jakarta,

Sistem Distribusi Tenaga Listrik

Sistem Distribusi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik. Sistem distribusi ini berguna untuk menyalurkan tenaga listrik dari sumber daya listrik besar (Bulk Power Source) sampai ke konsumen, seperti dijelaskan pada artikel sebelumnya di sini.
Jadi fungsi distribusi tenaga listrik adalah:
1) pembagian atau penyaluran tenaga listrik ke beberapa tempat (pelanggan
2) merupakan sub sistem tenaga listrik yang langsung berhubungan dengan pelanggan, karena catu daya pada pusat-pusat beban (pelanggan) dilayani langsung melalui jaringan distribusi.

Tenaga listrik yang dihasilkan oleh pembangkit listrik besar dengan tegangan dari 11 kV sampai 24 kV dinaikan tegangannya oleh gardu induk dengan transformator penaik tegangan menjadi 70 kV ,154kV, 220kV atau 500kV kemudian disalurkan melalui saluran transmisi. Tujuan menaikkan tegangan ialah untuk memperkecil kerugian daya listrik pada saluran transmisi, dimana dalam hal ini kerugian daya adalah sebanding dengan kuadrat arus yang mengalir (I kwadrat R). Dengan daya yang sama bila nilai tegangannya diperbesar, maka arus yang mengalir semakin kecil sehingga kerugian daya juga akan kecil pula.

Pada sistem penyaluran daya jarak jauh, selalu digunakan tegangan setinggi mungkin, dengan menggunakan trafo-trafo step-up. Nilai tegangan yang sangat tinggi ini (HV,UHV,EHV) menimbulkan beberapa konsekuensi antara lain: berbahaya bagi lingkungan dan mahalnya harga perlengkapan-perlengkapannya, selain menjadi tidak cocok dengan nilai tegangan yang dibutuhkan pada sisi beban. Maka, pada daerah-daerah pusat beban tegangan saluran yang tinggi ini diturunkan kembali dengan menggunakan trafo-trafo step-down. Akibatnya, bila ditinjau nilai tegangannya, maka mulai dari titik sumber hingga di titik beban, terdapat bagian-bagian saluran yang memiliki nilai tegangan berbeda-beda.

Klasifikasi Saluran Distribusi Tenaga Listrik

Secara umum, saluran tenaga Listrik atau saluran distribusi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Menurut nilai tegangannya:
2. Menurut bentuk tegangannya:
3. Menurut jenis/tipe konduktornya:
4. Menurut susunan (konfigurasi) salurannya:
5. Menurut Susunan Rangkaiannya

Pengaruh Ketidakseimbangan Beban Terhadap Arus Netral dan Losses pada Trafo Distribusi

ABSTRAK

Penyebab ketidakseimbangan sistem distribusi tenaga listrik akan selalu muncul jika terdapat arus di netral trafo. Arus ini akan menyebankan terjadinya losses (rugi-rugi). Semakin besar ketidakseimbangan beban maka akan mengakibatkan semakin besar pula arus netral pada trafo dan losses yang mengalir ke tanah semakin besar pula.

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan sebuah Negara yang sedang berkembang di berbagai aspek kehidupan . Untuk itu Negara ini dituntut untuk dapat menyediakan sarana dan prasarana yang mendukung.Elemen penting dari menunjang berkembangnya suatu Negara adalah tersedianya tenaga listrik. Hal ini disebabkan karena tenaga listrik mudah untuk ditransportasikan dan dikonversikan ke dalam bentuk tenaga yang lain. Penyediaan tenaga listrik yang stabil dan kontinyu merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam menunjang perkembangan suatu Negara.

Dalam memenuhi kebutuhan tenaga listrik tersebut, terjadi pembagian beban-beban yang pada awalnya

merata tetapi karena ketidakserempakan waktu penyalaan beban-beban tersebut maka menimbulkan

ketidakseimbangan beban yang berdampak pada penyediaan tenaga listrik. Ketidakseimbangan beban

antara tiap-tiap fasa (fasa R, fasa S, dan fasa T) inilah yang menyebabkan mengalirnya arus di netral trafo.

TEORI TRANSFORMATOR

Transformator merupakan suatu alat listrik yang mengubah tegangan arus bolak-balik dari satu tingkat

ke tingkat yang lain melalui suatu gandengan magnetdan berdasarkan prinsip-prinsip induksi elektromagnet. Transformator terdiri atas sebuah inti, yang

terbuat dari besi berlapis dan dua buah kumparan, yaitu kumparan primer dan kumparan sekunder.

Prinsip kerja transformator adalah berdasarkan hukum Ampere dan hukum Faraday, yaitu: arus

listrik dapat menimbulkan medan magnet dan sebaliknya medan magnet dapat menimbulkan arus

listrik. Jika pada salah satu kumparan pada transformator diberi arus bolak-balik maka jumlah garis

gaya magnet berubah-ubah. Akibatnya pada sisi primer terjadi induksi. Sisi sekunder menerima garis

gaya magnet dari sisi primer yang jumlahnya berubah-ubah pula. Maka di sisi sekunder juga timbul

induksi, akibatnya antara dua ujung terdapat beda tegangan.


KESIMPULAN


Berdasarkan analisa data di atas, terlihat bahwa pada siang hari ketidakseimbangan beban pada trafo tiang semakin besar karena penggunaan beban listrik tidak merata.

Sesuai Tabel 2, semakin besar ketidakseimbangan beban pada trafo tiang maka arus netral yang mengalir ke tanah (IG) dan losses trafo tiang semakin

besar.

Salah satu cara mengatasi losses arus netral adalah dengan membuat sama ukuran kawat netral dan fasa.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Abdul Kadir, Distribusi dan Utilisasi Tenaga

Listrik, Jakarta: UI - Press, 2000.

[2] Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL

2000), Jakarta: Badan Standarisasi Nasional,

2000.


[3] James J.Burke, Power Distribution Engineering–

Fundamentals And Applications, New York: Marcel Dekker Inc., 1994.

[4] Sudaryatno Sudirham, Dr., Pengaruh Ketidak-

seimbangan Arus Terhadap Susut Daya pada

Saluran, Bandung: ITB, Tim Pelaksana Kerja-

sama PLN-ITB, 1991.

[5] Sulasno, Ir., Teknik Tenaga Listrik, Semarang :

Satya Wacana, 1991.

[6] Zuhal, Dasar Tenaga Listrik, Bandung: ITB,

1991.

[7] Abdul Kadir, Transformator, Jakarta: PT. Elex

Media Komputindo, 1989.